Simbol Dasi Zaman Sekarang

Sering kita lihat sebuah stigma dari suatu simbol simbol, dan tanda-tanda itu menjadikan suatu paham, menempel seperti
karakter, sebagian orang mengira bahwa simbol tak mewakili sesuatu, tak mempunyai maksud,bahkan hanya sekedar merk yang terpajang di spanduk,maupun skedar menawarkan embel-embel semata ,namun sebagian yang lain akan melihat lebih dalam ketika sebuah simbol ternyata mempunyai maksud tertentu. meskipun demikian, banyak hal yang tak disadari bahwa suatu simbol yang kita ikuti atau kita pakai menampilkan banyak hal,entah itu semacam pemikiran atau menggiring kita ke suatu arah yang akan dituju..


'Simbol adalah gambar, bentuk, atau benda yang mewakili suatu gagasan, benda, ataupun jumlah sesuatu.
Meskipun simbol bukanlah nilai itu sendiri, namun simbol sangatlah dibutuhkan untuk kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya.
Simbol dapat digunakan untuk keperluan apa saja. Semisal ilmu pengetahuan, kehidupan sosial, juga keagamaan. Bentuk simbol tak hanya berupa benda kasat mata, namun juga melalui gerakan dan ucapan. Simbol juga dijadikan sebagai salah satu infrastruktur bahasa, yang dikenal dengan bahasa simbol.'

Dasi atau Cravat atau Necktie

Cravat berasal dari fascalia (syal pengikat leher) sutra yang dikenakan para orator Romawi untuk menghangatkan pita suara, namun secara etimologis cravat yang sesungguhnya berasal dari sebutan untuk sekumpulan serdadu bayaran "croat"(kroasia) keji yang menyimpulkan saputangan di leher sebelum maju berperang. Di zaman ini simbol dasi kuno itu dipakai oleh prajurit perkantoran modern yang berharap bisa mengintimidasi musuh-musuh mereka dalam peperangan harian di ruang rapat, bahkan di Indonesia mulai banyak dikenakan pelajar-pelajar di sekolah tertentu.



Ternyata ada sebuah cerita yang menarik,, konon orang nomer satu di era kemerdekaan pernah bermasalah dengan cravat the "croat" ini hhehehehe



Ini kisah Bung Karno di hari pernikahan beliau dengan Utari. Sang mempelai ; seorang yang suka berdandan—datang dengan mengenakan jas, pantalon, dan dasi. namun ternyata dibalik pakaian yang keren tersebut membuat Penghulu berkeberatan.


Penghulu tersebut memprotes, dengan halus menyinggung bahwa dasi yang dikenakan itu 'tidak cocok'.Soekarno membela diri. Cara berpakaian kini ”sudah diperbaharui”.Penghulu tersebut membantah,bahwa pembaharuan itu hanya terbatas pada pantalon dan jas bukan dasi.

Menghadapi suara keras itu, Soekarno membalas. Ia tak sudi.
Tuturnya: biar ”Nabi sendiri sekalipun tak kan sanggup menyuruhku untuk menanggalkan dasi”.
Maka ia bangkit dari kursi dan mengancam membatalkan akad nikah, jika ia harus mencopot dasi.
Penghulu pun enggan mundur. Mempelai yang kelak jadi tokoh utama pergerakan politik untuk kemerdekaan itu berkata: ”Persetan, tuan-tuan semua. Saya pemberontak dan saya akan selalu memberontak. Saya tak mau didikte orang di hari perkawinan saya.”



Orang ada yang melawan para penjajah Eropa dengan ambil posisi kembali ke akar yang tertanam di masa lalu. Tapi pemuda Soekarno tak begitu. Juga Hatta, Tan Malaka, dan sebelumnya Tjipto Mangunkusumo dan Soewardi Soerjaningrat. Pergerakan menentang kolonialisme Belanda telah melahirkan sebuah nasionalisme yang lain: melihat ke depan.


>>Nasionalisme itu berkait dengan agenda modernitas.
(Oooo.. Bunder ckckck bau bau napoleon bonaparte hehe)




Bung Karno, dengan prosanya yang penuh api, pernah mencemooh para ”oude-cultuur maniak” yang ”pikiran dan angan-angannya hanya merindui candi-candi, Negarakertagama, Empu Tantular dan Panuluh, dan lain-lain barang kuno”.
Tan Malaka menegaskan bahwa pendapatnya yang dirumuskan sebagai ”Madilog” (Materialisme, Dialektika, Logika) berlawanan dengan segala yang berhubungan dengan mistik dan kegaiban. Tan Malaka, seorang Marxis yang bertahun-tahun mengembara di Eropa, menyebut semua yang ditentangnya itu ”ketimuran”.


Bagi Hatta, sebagaimana dikatakannya pada 1924 di Belanda, Indonesia yang muda harus memutuskan semua hubungan dengan masa lampau ”untuk membangun kehidupan nasional baru yang sesuai dengan tuntutan peradaban modern”.
Dalam sebuah tulisan panjang tentang Turki pada 1940, Bung Karno pernah mengutip :

”Kita datang dari Timur. Kita berjalan menuju Barat.”
(dor..dor..dor..)

wow.....
ceritanya menarik bukan hehehe
kayanya ga menarik sama sekali
kecuali

cravat the "croat"

ya ya ya didalam simbol simbol itu, orang melihat segala jenis gagasan gila...





Ref : The Lost Symbol, dan berbagai sumber

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Ga Koment Ga Dapet Jatah

Share

Widgets

Widgets